Senin, 12 Januari 2015

SEJARAH SINGKAT TENTANG PENYAMAKAN KULIT

SEJARAH TENTANG PENYAMAKAN KULIT HEWAN

Penyamakan kulit merupakan salah satu aktivitas manusia tertua di dunia. Awalnya, kulit yang diperoleh dari kegiatan beternak dan berburu hewan digunakan sebagai pakaian atau tenda kulit. Akan tetapi, kulit-kulit hewan tersebut menjadi kaku ketika berada di suhu rendah sementara akan membusuk ketika dipanaskan. Oleh karena itu, manusia berusaha untuk membuat kulit hewan menjadi lebih fleksibel dan kuat dengan cara menggosok lemak hewan pada kulit hewan. Hal inilah yang menjadi awal mula proses penyamakan kulit yang disebutkan di dalam abjad Bangsa Assyria dan Iliad Homer.

Proses pengolahan kulit yang lainnya adalah mengasapi kulit, yang pada mulanya terjadi secara kebetulan kemudian menjadi penyamakan kulit dengan menggunakan zat kimia formaldehyde. Zat kimia formaldehyde merupakan zat kimia yang ditemukan di dalam uap air yang dihasilkan dari pembakaran dedaunan hijau dan dahan pohon. Berdasarkan hal tersebut, maka terjadilah penemuan dimana proses pembusukan pada kulit hewan juga bisa dihentikan dengan cara dikeringkan (dijemur dibawah terik matahari) atau diasinkan dengan garam). Penyamakan kulit tanaman juga telah dikenal sejak zaman purba meskipun tidak diketahui dengan jelas bagaimana proses penyamakan kulit pada tiap jenis tanaman (khususnya pohon oak) ditemukan. Metode penyamakan kulit lainnya yang diketahui pada masa awal adalah penyamkan kulit dengan menggunakan tawas (semacam mineral yang tersebarluas di berbagai belahan dunia, khususnya di daerah sekitar gunung berapi.
Metode-metode tersebut secara bertahap menjadi lebih berseni dan efisien sehingga membuatnya digunakan dalam peradaban kuno dan berlanjut dari abad kea bad hingga masa kini. Penggunaan metode-metode tersbut juga telah menyebarluas. Hal tersebut ditandai dengan penemuan sejumlah naskah-naskah dan lukisan-lukisan yang ditemukan oleh para arkeolog. Di daerah Mesopotamia antar millennium ke-5 SM hingga millennium ke-3 SM, contohnya, Bangsa Sumeria menggunakan kulit sebagai gaun panjang dan mahkota untuk kaum wanita. Bangsa Assyria menggunakan kulit sebagai alas kaki, namun juga sebagai kantong air dan sebagai pengapung rakit. Masyarakat India Kuno pertamakali membuat semacam tipe kulit yang dikenal masa kini sebagai “Morocco”.


Orang Mesir Kuno juga telah mencapai kemajuan besar dalam pengolahan kulit hewan yang digunakan untuk pakaian, sarung tangan, perkakas, senjata atau ornament. Strabo, seorang ahli sejarah menceritakan hal yang menarik dari penemuan Bangsa Funisia, yaitu membuat pipa air dari kulit. Pada zaman Romawi Kuno, kulit digunakan secara luas di seluruh provinsi Kekaisaran Romawi. Pada masa itu pula, teknik penyamakan kulit yang lebih efisien ditemukan dimana teknik tersebut tidak dikembangkan di tempat tersebut.





Orang Romawi menggunakan kulit sebagai pakaian dan alas kaki, serta untuk membuat tameng dan baju zirah. Tempat penyamakan kulit tidak terbongkar diantara reruntuhan kota Pompeii dan perlengkapan yang sama masih digunakan berabad-abad kemudian setelah penemuan tersebut.
Lompat kea bad ke 8 M, Spanyol (kemudian dibawah pengaruh bangsa Moor) telah mengembangkan produk kulit yang disebut Cordovan. Produk tersebut merupakan sejenis tipe kulit yang terkenal di seantero Eropa berabad-abad. Kemampuan menyamak kulit tipe Cordova tiak begitu istimewa di dunia Barat sebagaimana yang telah diceritakan oleh Marco Polo. Dalam perjalanannya, ia bercerita bahwa Bangsa Mongol menggunakan botol, selimut, topeng, dan topi yang terbuat dari kulit yang telah dihiasi secara berseni. Dari hal itulah, Marco Polo menciptakan sebuah ungkapan “Kulit Russia” yang menunjukkan  sejenis kulit dengan bau yang khas.

Kemajuan pesat teknik penyamakan kulit terjadi pada abad ke-12 M dengan tidak adanya perubahan besar dalam teknik penyamakan kulit. Meskipun penyamakan kulit dengan minyak digunakan untuk produksi pakaian jadi protektif


  Pada abad ke-14 M, penggunaan kulit dicampur dengan kayu pada kursi, lengan kursi, dan kursi panjang yang dibuat dengan keterampilan yang telah mencapai level bentuk seni. Hal ini juga sama dengan permadani (khususnya di Venezia pada abad ke-15 dan ke-16) dengan lemari dan peti, serta jilid buku .



Perubahan drastis terjadi belakangan ini dengan penemuan kemampuan garam krom dalam menyamak kulit sehingga dapat meningkatkan produksi dan dipalikasikan dalam industry. Perubahan drastic lainnya terjadi dengan digantinya komponen lubang samak dengan drum putar. Hasil dari inovasi-inovasi tersebut membuat jangka waktu proses penyamakan kulit menjadi lebih singkat dari 8-12 bulan menjadi hanya beberapa hari saja. Kembali ke masa lalu,  dengan melihat system dan perkakas yang digunakan untuk mengerjakan kulit, maka dapat dilihat bahwa mulai dari zaman Palaeolitik hingga sekarang proses dan perkakas hampir tidak ada perubahan, hanya saja lebih efisien dan nyaman.


Perkakas yang sama untuk menguliti, mengorek, mencukur, menggantung, dan menghias kulit yang ditemukan pada tiap zaman.


  

Ini adalah demonstrasi lebih lanjut yang menunjukkan fakta bahwa proses penyamakan kulit berkaitan erat dengan sejarah umat manusia dengan melestarikan keterampilan menyamak kulit meskipun system otomatisasi telah berkembang pesat.


0 komentar:

Posting Komentar